Pada suatu masa, hiduplah sepuluh
orang putri raja yang sangat cantik-cantik. Ibu mereka sudah lama meninggal
dan ayah mereka, sang raja, begitu sibuk dengan urusan kerajaannya sehingga
mereka hampir tidak punya waktu untuk berkumpul bersama. Akibatnya
putri-putri ini menjadi nakal dan manja, kecuali sang putri bungsu, putri
Kuning. Ya, mereka memang diberi nama dengan nama warna. Ada putri Jambon,
putri Hijau, putri merah merona, putri nila dan lain-lain. Barangkali dulu
sang ibu berharap anak-anaknya akan memberi banyak warna di kehidupan ini.
Sayang, sang ibu keburu meninggal sehingga tidak sempat mendidik mereka
sengan baik.
Kesepuluh putri ini selalu memakai pakaian dan perhiasan
yang sewarna dengan nama mereka. Putri Merah selalu memakai warna merah,
demikian juga putri-putri lainnya.
Sementara kakak-kakaknyabermalas-malasan dan membuat
keonaran, putri Kuning menghabiskan waktu dengan membantu inang-inangnya,
atau membaca buku, dan atua merawat kebun bunga kesayangannya. Kakak-kakaknya
sering mengejeknya.
“Heh lihat tuh si Kuning! Sepertinya dia pantas ya jadi pelayan. Mana ada
seorang putri yang belepotan lumpur begitu,” kata putri Jambon yang disambut
gelak tawa yang lain.
Putri Kuning tidak pernah mengindahkan ejekan mereka. “Biarlah, lama-lama
juga capai sendiri,” pikir putri Kuning.
Suatu hari raja harus pergi ke negeri tetangga di sebrang
lautan. Dia sengaja mengumpulkan putri-putrinya malam itu untuk berpamitan.
“Nak, ayah akan pergi jauh. Mungkin sebulan lagi ayah baru kembali. Kalian
mau ayah belikan apa?” tanyanya.
“Oh, aku mau kalung dan gelang baru ayah! Jangan lupa liontinnya harus rubi
yang besar ya!” kata putri Merah merona.
“Aku mau kain sutera yang banyak ayah,” kata putri Jingga.
Semua putri berebut menyebutkan permintaannya, hanya putri Kuning saja yang
tidak berdiam diri dan hanya mendoakan supaya ayahnya pulang dengan selamat. Sepeninggal sang raja, kakak-kakak putri kuning semakin
malas saja. Kegiatan mereka sehari-hari hanya bersolek, makan dan bermain.
Para dayang dibuatnya sibuk melayani mereka.
Sementara itu putri Kuning menghabiskan waktunya dengan
merawat kebun bunga istana yang merupakan tempat favorit ayahnya. Memang
saking sibuknya para pelayan istana meladeni kemauan kakak-kakaknya, kebun
istana menjadi terbengkalai.
“Wah kita punya pelayan baru tuh!” teriak putri Nila sambil menunjuk putri
Kuning.
“Hei pelayan, nanti kalau sudah beres, sekalian sapuin kamar saya ya
hahahaha…” teriak putri hijau.
Kesembilan kakaknya tertawa mengejek hingga perut mereka sakit.
“Ah, aku bosan! Lebih asyik kayaknya kalau kita jalan-jalan di luar istana
daripada nonton orang sok baik itu!” ajak putri Nila yang langsung disetujui
yang lainnya.
Mereka pun berlalu meninggalkan putri Kuning yang hanya bisa menggeleng-gelengkan
kepalanya melihat kelakuan mereka. Akhirnya sebulan kemudian ayah mereka
pulang membawa oleh-oleh yang mereka tunggu. Mereka sibuk berebut mencari
pesanan mereka, dan hanya putri kuning yang ingat mengucapkanselamat datang
dan memeluk ayahnya. “Anakku, maafkan ayahmu ini nak! Aku tidak bisa
menemukan perhiasan yang berwarna kuning untukmu. Hanya kalung permata hijau
ini yang ayah belikan untukmmu,” kata raja. “Ah sudahlah ayah. Keselamatan
ayah jauh lebih penting daripada oleh-oleh. Lagipula kalung ini juga bagus
dan serasi dengan baju kuningku,” hibur putri
Kuning sambil mengecup kening
ayahnya dengan sayang.
Esoknya saat kesepuluh putri ini berkumpul. Putri hijau
tiba-tiba menyadari bahwa putri Kuning memakai kalung berwarna hijau.
“Hei, kamu kok pakai kalung warna hijau? Seharusnya kalung itu milikku karena
namaku putri Hijau,” katanya.
“Maaf kak, kalung ini ayah sendiri yang berikan, jadi ini kalungku!” ujar
putri Kuning.
Putri Hijau tidak senang dan merasa berhak memiliki kalung
hijau itu, maka dia menghasut saudaranya yang lain.
“Si Kuning itu sudah keterlaluan, dia pasti sudah memaksa ayah memberikan
kalung hijau itu untuknya. Padahal kalau ayah mau memberikan hadiah padanya,
pasti kalungnya berwarna kuning dong!” katanya.
“Hmm dia memang semakin menyebalkan akhir-akhir ini, lihat saja tingkahnya
yang sok rajin, pasti dia Cuma ingin mengesankan ayah saja, biar lebih
disayang,” kata putri Jambon.
“Ayo kita kasih dia pelajaran, biar kapok,” kata putri Jingga.
“Ayo…!” kata yang lain.
Diam-diam mereka menangkap putri Kuning saat berada di
kebun istana dan menyiksanya. Tanpa sengaja salah seorang putri memukul
kepala putri Kuning dengan keras sehingga dia tewas seketika. Mereka semua
bingung dan takut. Akhirnya putri Jambon memutuskan untuk mengubur putri
Kuning sebelum kematiannya diketahui orang lain. Putri Kuning pun dikuburkan
di tengah kebun bunga istana. Kalung hijaunya pun ikut dikuburkan karena
ayahnya pasti curiga jika putri Hijau memakainya.
Raja heran, karena seharian ini dia tidak melihat putri
Kuning yang biasanya senantiasa menemaninya jika ia telah selesai dengan
tugas kerajaannya. Raja sudah mencari ke kamarnya, ke kebun istana, ke danau,
tapi putri Kuning tetap tidak kelihatan. Dia menyuruh para pelayan untuk
mencarinya. Namun berbulan-bulan putri Kuning tidak diketemukan. Sementara
kakak-kakaknya mengaku tidak tahu menahu soal hilangnya adik mereka. Raja
sangat bersedih kehilangan putri kesayangannya.
Suatu hari saat raja termenung di kebun istana, dilihatnya
ada tanaman baru di tengah kebunnya.
“Oh tanaman apa ini? Alangkah indahnya. Daunnya bulat dan hijau seperti
kalung putriku. Bunganya juga kekuningan dan sangat wangi. Bunga ini
mengingatkanku pada putriku yang hilang. Baiklah aku akan menamai bunga ini
bunga Kemuning,” kata raja.
Bunga ini tetap tumbuh di kebun istana dan menemani sang
raja hingga akhir hayatnya. Bunganya yang wangi sering dipakai untuk
mengharumkan rambut. Batangnya bisa dipakai untuk membuat kotak-kotak yang
indah dan kulitnya digunakan untuk membuat bedak. Seperti halnya putri
Kuning, bunga kemuning juga selalu memberikan kebaikan bagi orang-orang di
sekitarnya.
|
0 komentar:
Posting Komentar